Malapetaka Sukhoi Superjet 100 diduga bukan kejadiaan nahas semata.
Sejumlah media luar negeri menganalisis ada sabotase terhadap Sukhoi
pada saat joy flight, Rabu, 9 Mei 2012. Akibatnya, kapal itu menubruk
tebing Gunung Salak dan menewaskan ke-45 penumpangnya.
Misalnya
saja Russia & India Report. Dalam situs itu, analis Rakesh Krishnan
Simha menuliskan Sukhoi Superjet 100 bukan sekadar pesawat uji coba.
Kapal produksi 2009 itu telah dipesan sebanyak 300 buah oleh perusahaan
penerbangan Armenia Armavia dan Aeroflot. "Karenanya, tidak ada alasan untuk meragukan kelaikan dan keandalan Sukhoi," tulis Simha, 12 Mei 2012. Simha
juga menampik dugaan kesalahan manusia, baik dari sisi pilot Aleksandr
Yablontsev atau pengawas menara Air Traffic Controller Bandara
Soekarno-Hatta. Sebab Yablontsev turut campur dalam pengembangan Sukhoi.
Sedangkan pengawas ATC telah memandu Superjet selama melayang, meski
terhambat daerah pegunungan yang rumit.
"Jadi kita tak dapat menuduh kalau pengendali ATC salah membimbing Sukhoi hingga menabrak gunung," ujarnya.
Rusia
mulai mengembangkan Superjet sejak tahun 2000. Sebagai proyek utama
Moskow, Sukhoi ditujukan merebut pasar penerbangan dunia, melawan Boeing
atau Airbus. Bahkan Superjet 100 berani menawarkan dirinya US$ 30 juta
atau Rp 277 miliar lebih murah dari Embraer dan Bombadier, saingannya.
Selama
ini, pasar pesawat di negara berkembang telah dikuasai perusahaan
manufaktur penerbangan Amerika. Mereka tidak punya banyak saingan pada
pangsa ini. Kedatangan Rusia dengan kapal terbarunya membuat Amerika
memiliki musuh baru. "Terkadang kondisi itu menciptakan pertarungan yang
membuat atmosfer bisnis berubah jelek," ujarnya.
Analisis
tak jauh beda dicetuskan Wayne MADSEN di situs Strategic Culture
Foundation. Wayne menganggap masuknya Superjet 100 ke pasar penerbangan
telah menguntungkan Indonesia. Tapi, di sisi lain, keberadaannya
mengancam bisnis Boeing. Apalagi sebelumnya Barack Obama menandatangani
kesepakatan dengan Indonesia untuk menjual 230 pesawat Boeing ke Lion
Air dengan jaminan pinjaman US$ 22 miliar (Rp 203 triliun).
"Karenanya,
ada kemungkinan Amerika tidak ragu melakukan sabotase industri
pesaingnya, terutama pada saat masuk ke Asia," ujar Wayne.
kutip: TEMPO.CO
Comments :
0 komentar to “Muncul Isu Tragedi Sukhoi Akibat Sabotase Bisnis”